The Conjuring 3 (2021)
Review The Conjuring, The Devil Made Me Do It
Butuh lima tahun untuk menantikan apa yang akan disajikan James Wan melalui saga The Conjuring, setelah terakhir kali meneror penonton horor dengan Valak. Kini, pasangan Ed dan Lorraine Warren kembali dalam saga ke-3 The Conjuring: The Devil Made Me Do It.
Conjuring 3: The Devil Made Me Do It’. Walau memakai judul Conjuring, film ini merupakan film ke-8 dalam Conjuring Universe, termasuk diantaranya dua film Conjuring sebelumnya ditambah spin off: tiga film seri Annabelle, ‘The Nun’ dan ‘The Curse of La Llorona’.
Saga ini semestinya dirilis pada 2020 lalu. Namun situasi pandemi terjadi dan memaksa semua film box office batal pamer di layar lebar, termasuk The Conjuring. Apalagi, Warner Bros amat menyayangi saga horor ini sebagai pengeruk pundi-pundi setelah Tenet tak bisa sesuai harapan.
Namun sajian kisah The Conjuring yang masih diambil dari fail kasus nyata dari demonolog mendiang Ed dan Lorraine Warren ini sedikit berbeda daripada dua film sebelumnya.
James Wan membuktikan ucapannya pada Oktober 2020 lalu --melalui sebuah video Faith & Fear: The Conjuring Universe Behind the Scene-- bahwa selaku kreator semesta The Conjuring, ia akan melakukan pendekatan berbeda pada babak teranyar.
Kala itu ia hanya menjelaskan gambaran umum film ini, yaitu diangkat dari sebuah kasus pembunuhan yang untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum Amerika Serikat, klaim kerasukan dijadikan sebuah pembelaan.
Pembukaan film ini mengingatkan kita pada adegan ikonik di film ‘The Exocirst’ ketika seorang pastor berdiri di luar rumah yang diselimuti kabut sebelum masuk ke ruangan untuk melakukan pengusiran setan.
Sementara itu Michael Chaves juga cukup “terampil membangun ketegangan dan membuat jump scare secara efektif. Selain itu ia juga cukup bagus memadukan set piece yang menyeramkan dengan elemen misteri seperti ketika Ed dan Lorraine menyelidiki petunjuk-petunjuk supranatural layaknya bak detektif.
Gagasan ide yang dikemukakan James Wan, dan Vera Farmiga juga Patrick Wilson sebagai pemain Lorraine dan Ed Warren, sebenarnya menjanjikan. Namun apakah gagasan itu akan semenarik dua saga sebelumnya saat dituang dalam gambar bergerak?
Jawabannya kembali ke penonton. Gue sendiri sulit memutuskan apakah film ini lebih menarik atau tidak, bila dibanding dua kisah sebelumnya.
Jelas James Wan bersama sutradara Michael Chaves (The Curse of La Llorona, 2019) dan David Leslie Johnson-McGoldrick (The Conjuring 2, 2016) selaku penulis naskah menampilkan kisah dengan pola berbeda dari yang sudah tayang. Hal baru itu tak buruk, hanya terasa berbeda tapi juga tidak bisa disebut mengagumkan.
Sederhananya, The Conjuring 3 lebih mirip film kriminal-thriller dengan bumbu horor ala semesta yang sudah dikenal pada dua film sebelumnya. Dengan kata lain pula, film ini lebih rasional dibanding saga pertama dan kedua.
Hal ini berbeda dibanding The Conjuring 1 dan 2 yang lebih fokus dengan segala kehororan supranatural dalam sebuah rumah, yang kadang tak bisa dijelaskan secara nalar tapi mampu membuat penonton menjerit-jerit.
Kini racikan itu tak banyak ditampilkan. Memang pada akhirnya pola narasi macam adaptasi folklor Amityville masih jadi andalan, namun sebagian besar film ini mengambil latar di banyak lokasi dan tidak menjadikan rumah berhantu sebagai sajian utama.
Sementara itu, gaya penuturan investigatif yang sudah disajikan sejak saga pertama dan kedua kini terasa lebih kental. Bumbu jumpscare film ini pun lebih halus bila dibanding teror Valak pada The Conjuring 2.
Padahal, kekuatan iblis yang dinarasikan pada film ini sebenarnya lebih kuat dibanding Valak atau pun Batsheba yang menghantui di film pertama. Gue pun yakin iblis dalam The Conjuring 3 lebih kuat dibanding Annabelle.
“The Court accepts the existence of God every time a witness swears to tell the truth, I think it’s about time they accept the existence of the devil.” – Ed Warren.
Tampaknya tim kreator memang sengaja menahan diri tidak mengekspos besar-besaran kengerian dalam The Conjuring 3, dan hanya bermain-main dengan gaya baru ala kisah kriminal, lelucon yang lebih renyah, dan okultisme yang lebih gelap.
Satu lagi. James Wan kini lebih berani memperluas cakupan horor dalam The Conjuring 3, seperti kehadiran mayat hidup, okultisme, hingga sedikit bumbu slasher yang mungkin membuat sebagian penonton merasa terganggu.
Dengan segala kebaruan itu, jelas The Conjuring 3 sebenarnya memiliki konsep yang menjanjikan. Namun gue merasa konsep itu tak membuat gue terpuaskan, seperti dengan teror saga pertama, kedua, ataupun seri teror Annabelle.
Film ini lebih mirip film kriminal-thriller dengan bumbu horor ala semesta yang sudah dikenal pada dua film sebelumnya. Tapi apakah film ini buruk? Tidak sama sekali. Gue justru menilai film ini memiliki persiapan yang matang, mulai dari cerita, set, efek visual, hingga aksi para pemainnya. Hanya saja, rasa rindu keluar dari bioskop berupa syok akibat dikejar setan semesta The Conjuring tak terjadi kali ini.
Film ini memakai latar belakang tahun 1981, Saat itu terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Arne (Ruairi O'Connor) dan dia didakwa hukuman mati karena pembunuhan sadis.
Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga) percaya kalau pembunuhan ini terjadi karena Arne dirasuki oleh iblis, dan mereka berdua berjuang menyelamatkan nyawa Arne dari hukuman mati sekaligus dari ancaman iblis yang akan membunuhnya.
Dari sinopsisnya sih cukup menyeramkan. Enggak Seram Malah Romantis!
The Devil Made Me Do It ini justru banyak menampilkan adegan romantis dari Warren couple! Bukan rahasia lagi kalau Ed dan Lorraine Warren adalah pasangan suami istri yang setia dan selalu bersama menghadapi ancaman dari setan dan iblis.
Jangan-jangan lagi sama-sama ngusir setan, terus cinlok? wq
Enggak kok, awalnya Ed dan Lorraine Warren enggak saling kenal namun mereka bertemu pertama kali di bioskop.
Ed saat itu jadi pegawai tiket bioskop, dan Lorraine datang untuk menonton film bersama teman-temannya.
Jatuh cinta pada pandangan pertama, Ed dan Lorraine Warren pun langsung jalan di hari itu juga dan akhirnya mereka memutuskan untuk jadian.
Banyak sikap sederhana dari Ed ke Lorraine yang mungkin terlihat biasa saja tapi sebenarnya itu adalah bentuk rasa cinta luar biasa dari Ed ke Lorraine.
Salah satu contohnya, adegan ketika Lorraine harus masuk ke bagian bawah rumah yang kotor sendiri karena Ed enggak bisa masuk gara-gara Ed masih menggunakan tongkat akibat sempat koma karena serangan jantung.
Enggak tega Lorraine harus masuk sendiri, Ed mengatakan, "Aku saja yang masuk ke dalam. Aku takut dress yang kamu pakai akan kotor."
Yup, ini kayak double combo sih cara Ed mengungkapkan rasa sayangnya.
Pertama Ed takut akan terjadi hal buruk pada Lorraine, dan yang kedua dia enggak mau Lorraine kenapa-kenapa meski itu hanya mengotori dress-nya saja.
Saat Ed koma di rumah sakit beberapa hari, Lorraine sama sekali enggak pulang ke rumah.
Dia disarankan untuk istirahat sebentar di rumah, tapi Lorraine justru bulang, "Aku bisa pulang ke rumah. Tapi rumahku ada di sini (Ed)."
Selain itu menjelang akhir film, Ed lupa membawa obat jantungnya.
Ed harus selalu meminum obatnya agar enggak mengalami serangan jantung mendadak.
Saat Ed sudah sangat lemas, dia bilang, "Lorraine, aku lupa membawa obatku."
Tanpa bicara, Lorraine langsung membuka lionton kalung yang selalu dia pakai, dan ternyata di dalamnya ada satu pil obat Ed yang dia simpan.
Lorraine sudah hapal kalau Ed pelupa, dan Lorraine selalu membawa satu pil cadangan di kalungnya.
Duh, romantis banget sih!
Tonton Filmnya Disini
Ikuti Juga Di Instagram